"Selamat Datang Di Blogku..."

Selasa, 23 Agustus 2011

Ikan Purba Yang Tertangkap Di Manado Menggegerkan Dunia

Coelacanth yang tertangkap di Manado
MANADO-Dua nelayan yang berasal dari Malalayang, Manado, yang bernama Yustinus Lahama dan Delfie, tidak menyangka ikan hasil tangkapan mereka pada 19 Mei 2007 di Teluk Manado, cukup menggegerkan dunia.



Pasalnya, ikan yang diketahui para ilmuwan dunia itu, sejenis Latimera Manadoensis, atau sekarang dikenal dengan nama ikan Coelacanth itu merupakan ikan purba yang sebenarnya sudah dianggap punah sejak 65 juta tahun yang lalu.


Sekarang, ikan tersebut telah dipajang dan membuat gempar peserta dari berbagai negara yang mengikuti ajang World Ocen Conference atau WOC, dan Coral Triangle Initiative atau CTI Summit pada tanggal 11-15 Mei 2009.


Yustinus mengatakan bahwa ikan purba tersebut ditangkap ketika ikan itu terperangkap dijaring miliknya. Ketika ditarik, nampak seekor ikan dengan panjang kurang lebih 1 meter dengan berat berkisar 30 kg, dengan corak-corak berwarna putih. Ia mendapatkan ikan itu pada kedalaman 105 meter, di pantai Malalayang pada pukul 08.00 WITA, 19 Mei 2007 yang lalu. "Meski tergolong besar, namun ikan tersebut tampaknya tidak melakukan perlawanan lagi ketika ditarik hingga ke dalam perahu.", lanjutnya.
Latimerinae Manadoensis
Menurut berbagai sumber,  kata Coelacanth diambil dari bahasa Yunani, yaitu "coelia" yang artinya "rongga" dan "acanthos" yang artinya "duri". Dinamakan demikian, karena merujuk pada tubuhnya yang berduri dan sirip yang berongga.

Sebelum penemuan ikan Coelacanth di Manado, sebenarnya tahun 1938 yang lalu telah ditemukan spesimen Coelacanth di Perairan Timur di Afrika bagian Selatan. Setelah penemuan ikan yang telah dianggap punah pada 65 juta tahun yang lalu ini pada tahun 1938, banyak spesimen lainnya yang ditemukan di beberapa wilayah di Afrika. Selain di Manado, spesimen ini pernah juga ditemukan di Pulau Komodo.

Di Indonesia, khususnya di sekitar Manado, species yang dapat tumbuh hingga panjang 2 meter ini disebut dengan nama ikan raja laut. Berdasarkan penemuan-penemuan fosil, diperkirakan Coelacanth terdiri dari 120 species. Sampai saat ini, hanya ditemukan dua species Coelacanth, yaitu Coelacant Komoro (Latimeria chalunmae) dan Coelacanth Sulawesi (Latimeria Manadoensis).

"Hingga tahun 1938, ikan yang berkerabat dengan ikan paru-paru ini dianggap telah punah semenjak akhir masa Cretaceous, sekitar 65 juta tahun yang lalu.", kata Dekan Fakultas Kelautan dan Perikanan Unsrat Manado, Prof. KWA Masengie. Menurutnya, ada seorang ikhtiologis atau ahli ikan bernama Dr. JLB Smith mendeskripsikan ikan tersebut dan menerbitkan artikelnya di jurnal Nature pada tahun 1939. Ia memberi nama "Latimeria Chalumnae" kepada ikan jenis baru tersebut, untuk mengenang sang kurator museum dan lokasi penemuan ikan purba tersebut.
Latimeria Chalumnae
Pencarian lokasi tempat hidup ikan purba ini selama belasan tahun berikutnya kemudian mendapatkannya, yaitu di Perairan Kepulauan Komoro di Samudera Hindia di bagian sebelah Barat sebagai habitatnya, dimana ikan yang suka hidup berkelompok ini diperkirakan dalam kelompok yang jumlah ratusan individu hidup pada kedalaman laut lebih dari 150 meter di bawah permukaan laut. Di luar kepualuan tersebut, sampai tahun 1990-an beberapa individu juga tertangkap di Perairan Mozambik, Madagaskar, dan juga Afrika bagian Selatan. Namun, semuanya masih dianggap sebagai bagian dari populasi yang kurang lebih sama.

Pada tahun 1998,  60 tahun setelah ditemukannya fosil hidup Coelacanth Komoro, seekor Coelacanth Sulawesi atau ikan raja laut tertangkap jaring nelayan di Perairan Manado Tua, Sulawesi Utara. Ikan purba ini sudah dikenal oleh masyarakat setempat, namun belum diketahui keberadaannya di sana oleh dunia ilmu pengetahuan. Ikan tersebut secara fisik menyerupai Coelacanth Komoro, hanya warnanya saja yang membedakannya.

Ketika ikan tersebut ditangkap dengan jenis yang lain oleh dua nelayan yang berasal dari Manado, informasinya langsung menghebohkan warga hingga ke telinga Gubernur Sulawesi Utara, SH Sarundajang. Selaku penggagas pelaksanaan WOC, Gubernur Sulawesi Utara, SH Sarundajang, langsung mencari ikan tersebut dengan mengundang sejumlah peneliti dari berbagai akademisi, baik dalam negeri maupun luar negeri.

Ikan tersebut diamankan di Dinas Kelautan dan Perikanan Sulawesi Utara, kemudian disimpan di "cold storage". Hal ini bertujuan agar ikan ini bisa terus bertahan hingga pelaksanaan WOC dan kepentingan ilmiah.

Manado Ocen Declaration atau MOD sudah disepakati pada WOC yang diikuti ribuan seperta dari 80 negara yang berbeda di Manado, serta telah mencatat sejarah tentang penyelamatan laut dan konservasinya.

Namun, keberadaan ikan purba yang ternyata masih berada di perairan di dunia ini tetap mencuatkan ide, agar Coelacanth menjadi maskot WOC.

Koordinator Media Center WOC, Roy Tumiwa di Manado, mengatakan bahwa ikan purba itu sudah dijadikan bahan diskusi di tingkat pemerintahan dan stakeholder kelautan.

Keberhasilan menyelenggarakan WOC telah menjadikan Kota Manado terkenal ke berbagai penjuru dunia. Namun, akan lebih terkenal lagi jika Coelacanth dijadikan sebagai maskot WOC.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar